Pulau Dodola Morotai

Pulau Dodola terletak di Barat Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu 10 Bali baru di Indonesia. Pulau Dodola terdiri dari Pulau Dodola Besar dan Pulau Dodola Kecil yang jaraknya kurang lebih 500 meter, memerlukan waktu 5 menit untuk menyeberangnya. Kedua Pulau Dodola terlihat tersambung disaat air pasang dan terpisah disaat air surut. Keindahan kedua pulau hampir sama, pasir pantainya sangat putih dan sehalus bubuk serta birunya laut dikanan maupun kiri.

Pulau Dodola Morotai Foto Taufik ZK

Pengertian dan Komponen Paket Wisata

Paket wisata (package tour) adalah produk perjalanan yang dijual oleh suatu perusahaan biro perjalanan atau perusahaan transport yang bekerja sama dengannya dimana harga paket wisata tersebut telah mencakup biaya perjalanan, hotel ataupun fasilitas lainnya (Suwantoro: 1997). Sedangkan menurut Yoeti (1997), paket wisata merupakan suatu perjalanan wisata yang direncanakan dan diselenggarakan oleh suatu travel agent atau biro perjalanan atas resiko dan tanggung jawab sendiri baik acara, lama waktu wisata dan tempat yang akan dikunjungi, akomodasi, transportasi, serta makanan dan minuman telah ditentukan oleh biro perjalanan dalam suatu harga yang telah ditentukan jumlahnya.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan paket wisata adalah wisata paket disusun dengan harga tertentu. Harga paket wisata pada umumnya sudah termasuk semua komponen yang termasuk kedalam wisata, seperti transportasi, makan, akomodasi, guide, dan lain-lain. Program wisata paket disusun secara lengkap, sehingga wisatawan jika tidak dapat mengikuti program secara keseluruhan, ia dapat menuntut kompensasi atas program yang tidak diikuti, kecuali atas perjanjian tertentu. Wisata paket biasanya memiliki jangka waktu tertentu, misalnya Legu Gam di Ternate yang hanya dilaksanakan pada saat ulang tahunnya Sultan Ternate.

Komponen wisata dalam penyusunan paket wisata

Komponen wisata meliputi fasilitas-fasilitas yang terlibat dalam penyelenggaraan wisata, dimana wisata terjadi karena adanya keterpaduan antara berbagai fasilitas yang saling mendukung dan berkesinambungan. Adapun komponen wisata yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Sarana transportasi

Sarana transportasi terkait dengan mobilisasi wisatawan, tetapi transportasi tidak hanya dipakai sebagai sarana untuk membawa wisatawan dari satu tempat ke tempat lain saja, namun juga dipakai sebagai atraksi wisata yang menarik.

2. Sarana akomodasi

Sarana akomodasi dibutuhkan apabila wisata diselenggarakan dalam waktu lebih dari 24 jam dan direncanakan untuk mengunakan sarana akomodasi tertentu sebagai tempat menginap.

3. Sarana makanan dan minuman

Dilihat dari lokasi ada restoran yang berada di hotel dan menjadi bagian atau fasilitas hotel yang bersangkutan, ada pula restoran yang berdiri sendiri secara independen.

4. Obyek dan atraksi wisata

Objek dan atraksi wisata dapat dibedakan atas dasar asal-usul yang menjadi karakteristik objek atau atraksi tersebut, yaitu wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata ziarah dan wisata hiburan.

5. Sarana hiburan

Hiburan pada hakikatnya adalah salah satu atraksi wisata. Hiburan bersifat massal, digelar untuk masyarakat umum dan dan bahkan melibatkan masyarakat secara langsung serta tidak ada pemungutan biaya yang menikmatinya, dimana hiburan semacam ini disebut amusement.

6. Toko cenderamata

Toko cenderamata erat kaitannya dengan oleh-oleh atau kenang-kenangan dalam bentuk barang tertentu.

7. Pramuwisata dan pengatur wisata (guide dan tour manager)

Pramuwisata dan pengatur wisata adalah petugas purna jual yang bertindak sebagai wakil perusahaan yang mengelola wisata untuk membawa, memimpin, memberi informasi dan layanan lain kepada wisatawan sesuai dengan acara yang disepakati.

Pengertian Wisatawan

Wisatawan memiliki beragam motif, minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya (Heher: 2003). Dengan motif dan latar belakang yang berbeda-beda itu mereka menjadi pihak yang menciptakan permintaan produk dan jasa wisata. Peran ini sangat menetukan dan sering diposisikan sebagai jantung kegiatan pariwisata itu sendiri.

Wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya atau hanya untuk sementara waktu tinggal di tempat yang didatanginya. Organisasi Wisata Dunia (WTO), menyebut wisatawan sebagai pelancong yang melakukan perjalanan pendek. Menurut organisasi ini, wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan ke sebuah daerah atau negara asing dan menginap minimal 24 jam atau maksimal enam bulan di tempat tersebut (Soekadijo: 1997).

Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata, yang dalam hal ini permintaan wisata.

Ciri-ciri wisatawan adalah :

  • Melakukan suatu perjalanan di luar tempat tinggal, sehubungan dengan berbagai keperluan seperti rekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, tugas-tugas, pekerjaan, usaha bisnis, kesenian, ilmu pengetahuan, ibadah, olahraga dan pameran.
  • Melakukan perjalanan dan persinggahan di tempat lain untuk sementara waktu tanpa bermaksud untuk memperoleh pengasilan tetap ditempat yang dikunjungi.

Pengertian wisatawan menurut Pendit (2002) yaitu :

  • Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang, untuk keperluan pribadi, untuk keperluan kesehatan dan sebagainya.
  • Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk maksud menghadiri pertemuan, konferensi, musyawarah, atau di dalam hubungan sebagai utusan berbagai badan/organisasi (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, olahraga, keagamaan, dan sebagainya).
  • Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis.
  • Pejabat pemerintah dan orang-orang militer beserta keluarganya yang mengadakan perjalanan ke negeri lain.

Wisatawan dapat diklasifikasikan dengan menggunakan berbagai dasar, yaitu atas dasar interaksi dan atas dasar kognitif normatif (Murphy: 1985). Pada tipologi atas dasar interaksi, penekanannya adalah sifat-sifat interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Sedangkan tipologi atas dasar konitif-normatif lebih menekankan pada motivasi yang melatarbelakangi perjalanan.

Cohen (1972) mengklasifikasikan wisatawan atas tingkat familiarisasi dari daerah yang akan dikunjungi, serta tingkat pengorganisasian perjalanan wisatanya. Atas dasar ini, Cohen menggolongkan wisatawan menjadi empat, yaitu :

  • Drifter, adalah wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahuinya, yang berpergian dalam jumlah kecil.
  • Explorer, adalah wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalanannya sendiri, tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum.
  • Individual mass tourist, adalah wisatawan yang menyerahkan pengaturan perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal.
  • Organized mass tourist, adalah wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal, dengan fasilitas seperti yang dapat ditemuinya di tempat tinggalnya, dan dalam perjalanan selalu dipandu oleh pemandu wisata.

Aspek-aspek Pokok Pariwisata

Pengembangan kepariwisataan disuatu daerah berarti pula mengembangkan potensi fisik di daerah tersebut, karena setiap obyek atau lokasi wisata mempunyai aspek-aspek yang saling tergantung satu sama lainnya. Aspek-aspek yang mempengaruhi wisata dapat dikelompokkan menjadi empat kategori (Spillane, 1994:63), diantaranya :

  1. Attraction/ daya tarik

Menurut pengertiannya attraction adalah cara menarik wisatawan atau pengunjung dengan sesuatu yang dapat ditampilkan atau wisatawan tertarik pada ciri-ciri khas tertentu dari obyek wisata. Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat adalah untuk memenuhi atau memuaskan beberapa kebutuhan dan permintaan. Biasanya para wisatawan tertarik pada suatu lokasi yang memiliki ciri khas tertentu yang antara lain adalah keindahan alam dan kebudayaan.

2. Fasilitas

Fasilitas dalam pengembangan pariwisata lebih cenderung berorientasi pada attraction di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan pasarnya. Fasilitas cenderung mendukung bukan mendorong pertumbuhan dan cenderung berkembang pada saat yang sama atau sesudah attraction berkembang, attraction juga dapat merupakan fasilitas.

Dalam melakukan perjalanan ke suatu tempat atau daerah yang menjadi tujuan wisata diperlukan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan wisatawan, sehingga sebelum melakukan perjalanan wisata terlebih dahulu perlu diketahui tentang fasilitas transportasi, akomodasi, fasilitas catering service yang dapat menunjang dan memberikan pelayanan mengenai makanan dan minuman, obyek dan atraksi wisata yang ada di daerah tujuan, aktifitas rekreasi yang dapat dilakukan serta fasilitas perbelanjaan. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya spesialisasi pelayanan yang pada akhirnya membentuk suatu distribusi pelayanan pada pendukung industri wisata.

Menurut Yoeti (1992), sarana wisata dapat dibagi menjadi tiga unsur pokok, diantaranya :

  1. Sarana pokok pariwisata, adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya tergantung pada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata. Termasuk dalam kelompok ini adalah travel agent, perusahaan-perusahaan angkutan wisata, serta jenis akomodasi lainnya, restoran dan rumah makan lainnya serta obyek wisata dan atraksi wisata.
  2. Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan atau tempat yang menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah menjadikan para wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata.
  3. Sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok dan berfungsi tidak hanya membuat para wisatawan betah pada suatu daerah tujuan wisata tetapi fungsi yang lebih penting adalah agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjunginya.

3. Infrastruktur

Attraction dan fasilitas tidak hanya dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur, dimaksud dengan prasarana adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat memenuhinya. Menurut Yoeti (1992) prasarana pariwisata dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

  1. Prasarana perekonomian, digolongkan menjadi :
  • Pengangkutan (transportation) adalah pengangkutan yang dapat membawa para wisatawan dari daerah asal ketempat tujuan tempat wisata dengan menggunakan pesawat udara untuk jarak jauh, kapal laut, kereta api, bus, taksi dan kendaraan lainnya. Dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kepariwisataan baik lokal, nasional, maupun internasional sangat ditentukan oleh prasarana pengangkutan.
  • Prasarana komunikasi, tersedianya prasarana komunikasi akan dapat mendorong para wisatawan untuk mengadakan perjalanan jarak jauh.
  • Kelompok yang termasuk utilitas, kelompok ini adalah penerangan listrik, persediaan air minum, sistem irigasi dan sumber air, dan sumber energi yang ada.
  • Sistem perbankan, adanya pelayanan bank bagi para wisatawan berarti memberi jaminan dan kemudahan dalam menerima atau mengirim uang tanpa mengalami birokrasi pelayanan.
  1. Prasarana sosial, adalah semua faktor yang menunjang atau menjamin kelangsungan perekonomian yang ada. Termasuk dalam kelompok prasarana sosial adalah :
  • Sistem pendidikan. Melayani suatu usaha untuk meningkatkan tidak hanya pelayanan bagi para wisatawan, tetapi juga memelihara dan mengawasi suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang kepariwisataan.
  • Pelayanan kesehatan
  • Faktor keamanan
  • Petugas yang melayani wisatawan. Termasuk dalam kelompok ini adalah petugas imigrasi, petugas bea dan cukai, petugas kesehatan, polisi dan pejabat-pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelayanan pariwisata.

4. Transportasi

Aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada transportasi karena faktor jarak dan waktu sangat mempengaruhi keinginan orang untuk melakukan perjalanan wisata. Dengan demikian transportasi dapat memudahkan wisatawan mengunjungi suatu daerah tertentu. Transportasi diwakili oleh aksesbilitas yang terdiri dari :

  1. Klasifikasi kelas jalan
  1. Jarak obyek wisata menuju kecamatan pintu gerbang utama
  2. Jumlah kota pusat pelayanan yang terletak < 50 km dari obyek wisata
  3. Jarak obyek wisata ke kota pusat pelayanan terdekat
  4. Kondisi jalan dari obyek wisata ke kota pusat pelayanan terdekat.

Keterkaitan teori keterkaitan aspek-aspek pendukung wisata dengan topik penelitian adalah ingin mengetahui semua fasilitas yang mendukung agar sarana pariwisata dapat hidup dan berkembang serta mampu memberikan pelayanan kepada guna memenuhi kebutuhan wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata.

Pengertian Pariwisata Menurut Para Ahli

Pariwisata masa kini adalah sebuah mega bisnis, dimana jutaan orang mengeluarkan triliunan dollar Amerika, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan diri dan untuk menghabiskan waktu luang (Pitana: 2009).

Pengertian pariwisata sangatlah beragam sesuai dengan sudut pandang mereka, selanjutnya akan dijelaskan pengertian pariwisata menurut para ahli. Pariwisata secara umum adalah suatu aktivitas yang bermaksud untuk menikmati suasana baru yang berbeda dengan aktivitas sehari-hari. Pariwisata yaitu “segala sesuatu yang berkaitan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut” (Pendit: 2003). Sementara menurut Yoeti (1991) pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berulang kali dari suatu tempat wisata ke tempat wisata yang lain, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan ”Tour”. Selain itu, menurut Suyitno (2001) pariwisata adalah kegiatan yang bersifat sementara, melibatkan komponen wisata, memiliki tujuan untuk mendapatkan kesenangan dan memberikan konstribusi bagi masyarakat yang dikunjungi lewat uang yang dibelanjakannya.

Pariwisata juga membahas segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (Soekadijo: 1997). Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan, yaitu : (dikutip dari Ekonomi Pariwisata, hal 21) harus bersifat sementara, harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi karena dipaksa dan tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran.

Menurut Robert Mclntosh dan Shasbikant Gupta dalam Pendit (2006), mencoba mengungkapkan bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta masyarakat sekitar dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta pengunjung lainnya. Pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan secara individu atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (Spillane, 1987:20).

Sedangkan menurut Chafid Fandeli (1995) tentang pengertian pariwisata adalah keseluruhan kegiatan, proses dan kaidah-kaidah yang berhubungan dengan perjalanan dan persinggahan dari orang-orang di luar tempat tinggalnya serta tidak bertujuan mencari nafkah. Lanjutnya, pariwisata berkaitan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Lain halnya dengan Karyono (1997), menurutnya periwisata adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara individu maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah atau masyarakat agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.

Menurut UU No. 10 tahun 2009 tentang Pariwisata pasal 1 menyebutkan bahwa pengertian wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan pengertian pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Karakteristik Kota

Pembahasan karakteristik kota menurut Melville C. Branch ditinjau dari 3 aspek diantaranya kota secara fisik, sosial dan ekonomi.

  1. Aspek fisik

Kota ditinjau dari aspek fisik adalah kawasan terbangun atau built up area yang terletak saling berdekatan/terkonsentrasi, yang meluas dari pusatnya hingga ke wilayah pinggiran, atau wilayah geografis yang didominasi oleh struktur binaan. Dalam pengertian ini aspek fisik kota terdiri dari: bangunan-bangunan dan kegiatan-kegiatan yang berada di permukaan tanah, atau dekat dengan muka tanah; instalasi-instalasi di bawah permukaan tanah; dan kegiatan-kegiatan di dalam ruangan kosong di angkasa.

Lanjut menurut sarjana ini, karakteristik fisik kota dipengaruhi oleh beberapa unsur-unsur antara lain:

  • Topografi tapak

Topografi tapak memiliki pengaruh terhadap unsur-unsur yang berada di dalam kota, pada umumnya jaringan jalan primer menyebar keluar ke tempat arah angin melalui kemiringan-kemiringan yang akan memberikan kenyamanan dan keamanan berkendaraan. Pembangunan yang dilakukan di kawasan topografi tidak baik, memiliki konsekuensi tersendiri yakni biaya besar untuk pembangunan yang dirancang secara khusus.

  • Bangunan

Bangunan merupakan unsur kota yang beitu jelas dilihat, bangunan yang didirikan seharusnya menghindari kondisi-kondisi fisik yang buruk untuk meminimalisir biaya konstruksi. Penempatan bangunan akan menunjukkan pola sirkulasi setempat, atau bangunan diatur sesuai dengan pola jalan. Dengan berkembangnya, bangunan-bangunan akan terhubung dengan utilitas umum yang sudah ada atau jaringan tersebut dibangun.

  • Struktur (bukan bangunan)

Struktur atau bangunan lain yang bukan berupa bangunan gedung, bangunan lain yang dimaksud adalah jembatan, gorong-gorong, saluran irigasi dan pengendali banjir, jaringan utilitas umum, gardu-gardu listrik, fasilitas pengolahan limbah, bak-bak penampung, pengilang minyak dan berbagi instalasi lain yang tidak lazim disebut bangunan. Struktur-struktur yang bukan bangunan memiliki peran penting terhadap sebuah kota seperti jalu-jalur transportasi dan jalur utilitas karena keduanya merupakan pembentuk pola penggunaan lahan.

  • Ruang terbuka

Ruang terbuka tidak hanya sekedar berupa taman, temapt bermain, dan tempat rekreasi yang lain. Tetapi juga penggunaan lahan yang terbuka ke langit dengan beragam ukuran diantaranya makam, landasan pesat terbang, dan lahan-lahan pertanian yang dipertimbangkan sebagai runag terbuka perkotaan. Semakin ke pinggiran kota ruang terbuka akan semakin banyak dibandingkan di pusat kota.

  • Kepadatan perkotaan

Kepadatan perkotaan menunjukkan sebaran konsentrasi bangunan dan kegiatan produktif hingga melebihi kemampuan jaringan transportasi yang ada hingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Kepadatan perkotaan dilihat 3 kondisi antara lain presentase koefisien dasar bangunan (KDB), ketinggian bangunan (TB) dan kuantitas ruang terbuka yang permanen di seluruh areal kota.

  • Iklim

Iklim akan berpengaruh pada fisik suatu kota, rata-rata curah hujan akan berhubungan dengan penyediaan saluran drainase, rancangan jalan dan bangunan, jenis vigetasi perkotaan, dengan keseimbangan antara kegiatan dalam dan luar ruang. Suhu udara di suatu kota juga mempengaruhi berbagai unsur fisik kota, melalui kebutuhan akan pendinginan dan penghangatan udara.

  • Vegetasi

Unsur vegetasi menigkatkan daya tarik kota dan menjaga kebersihan udara, selain itu vegetasi juga mengurangi terjadinya erosi tanah, bahaya tanah longsor, dan mengurangi kebisingan, serta dapat berperan sebagai pematah angin. Vegetasi dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi manusia terhadap keinginannya untuk senantiasa berdekatan dengan alam. Keberadaan vegetasi bisa terdapat di seluruh bagian kota mulai dari sepanjang jalan dalam kota, jalan bebas hambatan yang utama, kanal-kana pengendali banjir, jalur kereta api dan ruang-ruang pergerakan lainnya, di taman-taman kota, tempat-tempat bermain, kawasan rekreasi dan pertanian, makam dan ruang terbuka lainnya.

  • Kualitas estetika

Setiap individu dan kebudayaan sangatlah beragam tetapi sebagian orang menyetujui adanya unsur tertentu fisik kota mendukung kualitas estetikanya.

  1. Aspek sosial

Kota dipandang dari aspek sosial merupakan konsentrasi penduduk yang membnetuk suatu komunitas yang pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas melalui konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja serta meningkatkan diversitas  intelektual, kebudayaan, dan kegiatan rekreatif di kota-kota. Faktor yang mempengaruhi akan hal ini adalah a) besaran dan komposisi penduduk dan b) keruangan. Dalam besaran dan komposisi penduduk harus mempertimbangkan angka kelahiran, kematian, penduduk yang tinggal di kota, penduduk yang berpindah ke kota dari pedesaan di sekitar kota atau daerah lain, atau imigran dari negara lain. Sedangkan dari sisi keruangan adalah di sudut pusat kota baik pemerintahan atau komersial biasanya terdapat bangunan apartemen yang tidak terawat yang merupakan tempat tinggal sebagian besar penduduk berpenghasilan paling rendah.

  1. Aspek ekonomi

Kota menurut aspek ekonomi adalah kota yang memiliki fungsi sebagai penghasil produksi barang dan jasa, untuk mendukung kehidupan penduduknya dan keberlangsungan kota itu sendiri. Ekonomi perkotaan dibagi menjadi tiga bagian diantaranya, ekonomi publik, ekonomi swasta (privat) dan ekonomi khusus. Ekonomi publik meliputi pelaksanaan pemerintah kota seperti terlihat pada anggaran pendapatan dan belanja departemen-departemen yang melaksanakannya secara regular, distrik sekolah dan distrik khusus. Ekonomi swasta meliputi berbagai macam kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta, mulai dari perusahaan industry dan komersial yang besar hingga kegiatan usaha yang independen. Sedangkan ekonomi khusus meliputi bermacam-macam organisasi nirlaba, sukarela, organisasi yang bebas pajak, yang semuanya tidak diselenggarakan oleh pemerintah ataupun perusahaan yang memiliki tujuan utama mencari keuntungan.

Ekonomi perkotaan yang sehat mampu menyediakan berbagai kebutuhan keperluan perkotaan, terutama untuk menerima perkembangan baru yang disebabkan oleh kemajuan di bidang teknologi dan perubahan keadaan.

Maluku Utara Provinsi Kepulauan

Oleh : Taufik Z. Karim

Indonesia tanpa Maluku bukanlah Negara Kepulauan

Mengubah Paradigma

Kondisi geografis Maluku Utara yang dominasi wilayah lautan, membuat Maluku Utara dikenal sebagai negeri kepulauan di Indonesia karena terdapat jumlah pulau sekitar 805 pulau, dimana memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang berlimpah serta beraneka ragam. Olehnya, maka paradigma pembangunan harus difokuskan untuk pembangunan ke wilayah laut. Hal ini terjadi karena sumberdaya daratan sudah mulai menipis, sedangkan pada wilayah lautan tersedia sumberdaya kelautan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi pembangunan yang dapat dikelola pada wilayah pesisir dan lautan adalah minyak dan gas, industri, transportasi dan komunikasi, pelayaran dan pelabuhan, pertanian, perikanan tangkap, pariwisata, kehutanan, perikanan budidaya, kegiatan masyarakat pesisir dan pertambangan.

Potensi wilayah lautan yang berlimpah ruah, menggerakan hati Pemerintah Pusat mengeluarkan payung hukum sebagai pijakan pembangunan Maluku Utara sesuai karakteristik wilayahnya. Kebijakan atau payung hukum yang dikeluarkan diantaranya, UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Peraturan Presiden No 77 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan PP No 50 Tahun 2014 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Morotai.

Menurut Peraturan Presiden No 77 Tahun 2014, Kepulauan Maluku adalah kesatuan fungsional wilayah geografis dan ekosistem yang mencakup wilayah darat, laut, dan udara termasuk ruang di dalam bumi yang meliputi seluruh wilayah Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Gugus pulau yang terdapat di Maluku Utara terdiri dari, gugus Pulau Morotai, gugus Pulau Halmahera Utara, gugus Pulau Halmahera Barat, gugus Pulau Ternate-Tidore, gugus Pulau Halmahera Timur-Tengah, gugus Halmahera Selatan, gugus Kepulauan Sula Bagian Timur dan gugus Kepulauan Sula Bagian Barat.

Masing-masing gugus pulau di Maluku Utara memiliki potensi alamnya, maka dibutuhkan pengelolaan secara terpadu. Menurut Sorensen and McCreary (1994), pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (integrated coastal zone management) adalah pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pesisir dengan cara melakukan penilaian menyeluruh tentang kawasan pesisir beserta sumber daya dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat didalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Proses pengelolaan ini dilaksanakan secara berkelanjutan dan dinamis dengan mempertimbangkan segenap aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspirasi masyarakat pengguna kawasan pesisir.

Maluku Utara Lumbung Ikan Nasional

Kampanye Maluku Utara sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) hampir setiap saat baik media cetak maupun elektronik, pemerintah khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan begitu optimis Maluku Utara akan sukses sebagai eksportir komoditas perikanan terbesar di Indonesia. Harapan ini akan sirna bagaikan debu ditiup angin, jika tidak adanya support system dari lintas SKPD lingkup Provinsi Maluku Utara, DPRD Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, pihak swasta dan seluruh masyarakat.

Saya sangat memahami, mewujudkan Malut sebagai Lumbung Ikan Nasional bukanlah perkara mudah, seperti menghabiskan sebatang rokok dan segelas kopi di sore hari. Makanya kerjasama semua elemen di Maluku Utara harus terus dilakukan, sehingga tidak ada lagi suara sumbang “kita tidak dilibatkan, kenapa harus berpartisipasi”. Kerjasama yang produktif akan mampu menjawab segala keterbatasan seperti masalah transportasi, listrik, dan infrastruktur yang semuanya membutuhkan anggaran yang sangat besar. Dan lebih penting lagi, pemerintah terkait harus melakukan kajian lokasi yang menjadi pusat untuk lumbung ikan nasional di Maluku Utara.

LIN adalah mimpi besar pemerintah Maluku Utara untuk mensejahterakan masyarakat, sesuai dengan tujuan pengelolaan LIN secara tersurat terkandung dalam UU No. 31 tahun 2004 kemudian diperbaharui menjadi UU No 45 tahun 2009 tentang tentang Perikanan, adalah (1) meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil; (2) meningkatkan penerimaan dan devisa negara; (3) mendorong perluasan dan kesempatan kerja; (4) meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan; (5) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan; (6) meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing; (7) meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; (8) mencapai pemanfatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan (9) menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang.

Dari Sembilan tujuan pengelolaan perikanan, terdapat satu hal yang harus diperhatikan jika benar-benar program LIN akan terwujud di Maluku Utara adalah menjamin kelestarian sumber daya ikan, maka fungsi kontrol terhadap perilaku manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan harus diperketat, sehingga stok ikan yang berada di laut Maluku Utara tidak habis. Sekian

Wisata Budaya

Perjalanan wisata budaya[1] untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka. budaya dan seni mereka. Seringnya perjalanan serupa ini disatukan dengan kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya, seperti eksposisi seni (seni tari, seni drama, seni musik dan sent suara), atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya. Jenis wisata budaya ini adalah jenis paling populer bagi Tanah Air kita, Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa jenis inilah yang paling utama bagi wisatawan luar negeri yang datang ke negeri ini dimana mereka ingin mengetahui kebudayaan kita, kesenian kita dan segala sesuatu yang dihubungkan dengan adat istiadat dan kehidupan seni budaya kita.

Dalam bagian ini dibicarakan dua hal[2], yaitu (a) wisata budaya sebagai suatu jenis wisata; dan (b) pengaruh pariwisata terhadap kebudayaan. Hal yang pertama, wisata budaya, diartikan sebagai jenis kegiatan pariwisata yang objeknya adalah kebudayaan. Ini dibedakan dari minat-minat khusus lain, seperti wisata alam, dan wisata petualangan. Namun demikian tidak berarti bahwa seorang wisatawan tidak bisa memiliki lebih dari satu program wisata.

Objek ‘daya tarik’ wisata budaya itu dapat berkisar pada beberapa hal, seperti: kesenian (seni rupa dan segala bentuk seni pertunjukan), tata busana, boga, upacara adat, demonstrasi kekebalan dan komunikasi dengan alam ghaib, lingkungan binaan, serta keterampilan-keterampilan khusus fungsional seperti membuat alat-alat, dll. Objek-objek itu tidak jarang dikemas khusus bagi penyajian untuk turis, dengan maksud agar menjadi lebih menarik. Dalam hal inilah seringkali terdapat kesenjangan selera antara kalangan seni dan kalangan industri pariwisata. Kompromi-kompromi seringkali harus diambil. Namun yang memerlukan kehati-hatian lebih besar adalah dalam niatan untuk ‘mengemas’ sajian-sajian yang bermakna religi bagi masyarakat pemiliknya. Perlu dijaga betul agar di satu sisi, tidak terjadi pelecehan terhadap praktek religi yang bersangkutan, dan di sisi lain tidak mendorong orang ke jalan musyrik.

Mengenai pengaruh pariwisata terhadap kebudayaan pada masyarakat tuan rumah dapat dibedakan dua perkara, yaitu: (1) pengaruh dalam kehidupan ekonomi apabila kegiatan pariwisata itu dapat meningkatkan kesempatan kerja dan tingkat kemakmuran; dan (2) pengaruh kehadiran wisatawan mancanegara dengan kebiasaan dan busananya yang sebenarnya asing bagi masyarakat tuan rumah. Kemakmuran, apabila tidak dipandu baik-baik dengan suatu sikap budaya yang benar akan dapat mengembangkan nilai budaya yang berubah, misalnya dari adat kekeluargaan dan gotong royong ke arah sikap “semua bisa dibeli asal ada uang”. Disamping itu usaha industri pariwisata itu memunculkan para ‘makelar’ yang mencari untuk sebesar-besarnya atas tetesan keringat orang lain yang bekerja di garis depan.

Kehadiran wisatawan dengan segala adat kebiasaannya tidak jarang juga menimbulkan efek ‘meniru’ pada penduduk setempat. Apa yang ditiru itu dapat baik dapat buruk, dan dalam jangka waktu tertentu dapat menggeser nilai-nilai budaya setempat.

Agar suatu kebudayaan dapat lestari, yaitu selalu ada eksistensinya (tidak perlu selalu berarti bentuk-bentuk pernyataannya), maka upaya-upaya yang perlu dijamin kelangsungannya meliputi[3]: perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Perlindungan, meliputi upaya-upaya untuk menjaga agar hasil-hasil budaya tidak hilang dan atau rusak; pengembangan, meliputi pengolahan yang menghasilkan peningkatan mutu dan atau perluasan khazanah; pemanfaatan, meliputi upaya-upaya untuk menggunakan hasil-hasil budaya untuk berbagi keperluan, seperti untuk menekankan citra identitas suatu bangsa, untuk pendidikan kesadaran budaya (baik melalui proses internalisasi maupun apresiai multikultural), untuk dijadikan muatan industri budaya, dan untuk dijadikan daya tarik wisata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebudayaan merupakan suatu entitas yang otonom dalam kehidupan umat manusia, yang mempunyai sistem, mekanisme, serta tujuan-tujuan pada dirinya sendiri. Kaitannya dengan pariwisata secara normatif hanyalah sebatas unsur-unsurnya tertentu dijadikan ‘objek’ daya tarik wisata, dan ini merupakan salah satu saja dari upaya pemanfaatan kebudayaan.

Sebaliknya, pariwisata mempunyai berbagai tujuan, dan hanya salah satunya adalah kebudayaan[4]. Wisatawan secara umum bertujuan berlibur, memanfaatkan waktu untuk mendapat kesenangan. Itulah sebabnya, bagi bangsa-bangsa yang suka berjemur dan berenang, daerah pantai yang indah merupakan daerah tujuan wisata yang populer. Kadang-kadang itu ditambah pula dengan peluang-peluang spa atau pijat yang khas, atau menata rambut jadi kepang kecil-kecil. Atraksi boga dan kesenian juga dapat menjadi nilai tambah bagi suatu daerah wisata. Namun ekses dari kebebasan berinteraksi antar tamu atau antara tamu dan tuan rumah itu juga dapat saja menjurus ke arah pelacuran dan perdagangan narkoba.

Di samping pariwisata dengan tujuan umum itu terdapat apa yang dinamakan “pariwisata minat khsusus”. Yang khusus itu objeknya, yaitu bisa alam dan bisa pula budaya. Dalam wisata minat khusus itu pun terdapat varian antara yang “pasif’ dan yang “aktif’. Untuk yang pasif, wisatawan terutama menerima ‘sajian’, dalam arti menikmati suatu lingkungan alam yang mengagumkan atau yang langka, ataupun menyaksikan ekspresi-ekspresi budaya yang khas, dan mungkin langka pula seperti upacara-upacara daur kosmik, Untuk yang aktif, wisatawan melakukan sesuatu kegiatan yang terkait dengan objeknya, seperti “menari” dalam hal wisata budaya. Atau dalam hal wisata budaya ikut kegiatan untuk mendapatkan suatu pengalaman budaya, seperti belajar disertai praktek membuat anyam-anyaman, membatik, belajar menari, dan lain-lain.


[1] Nyoman S. Pendit. Ilmu Pariwisata. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 2006. Hal 38

[2] Drs. H. Oka A. Yoeti, MBA, dkk. Pariwisata Budaya. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 2006. Hal 26 – 27

[3] Drs. H. Oka A. Yoeti, MBA, dkk. Pariwisata Budaya. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 2006. Hal 21

[4] Drs. H. Oka A. Yoeti, MBA, dkk. Pariwisata Budaya. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 2006. Hal 22

APBN Pro Rakyat?

Bedah buku dan diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam (PSDA) PB.HMI Hari Kamis, 11 Juli 2013 yang bertempat di Galery Café TIM Cikini dengan mengangkat tema “menggugat logika APBN”,  dihadiri oleh Ir. Ferry Djemy Francis (Penulis Buku), Dr. Refrisond Basswier (Pakar Ekonomi UGM) dan Mulyadi  P. Tamsir (Sekjen PB.HMI) sebagai pembicara.

Refrisond mengatakan bahwa ketika berbicara ekonomi patutlah kita membuka kembali pasal 33 UUD sebelum diamandemen yakni  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kata kunci dari pasal 33 UUD 1945 menurut Refrisond adalah negara megutamakan kemakmuran masyarakat dengan cara menghidupkan kembali koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa Indonesia dan rakyatlah yang menjadi pemilik alat-alat produksi. Lanjutnya, Kita harus lawan yang namanya sistem ekonomi kapitalisme atau liberalisme yang sudah menjamur di Indonesia. Disinggungg juga bahwa jangan mengaku negara demokratis kalau ekonominya masih kapitalistik.

Ingatlah, ketika Bung Karno mengeluarkan UU No 16 Tahun 1965 tentang Penanam Modal Asing dengan harapan bahwa akan mengakhiri segala keterlibatan perusahaan asing di Indonesia tetapi yang terjadi adalah rezim Bung Karno di kudeta oleh pemilik modal karena Bung Karno dianggap mengancam bisnis mereka di Indonesia.

Diakhir pemaparannya, dia mengatakan jikalau penguasa dalam hal ini Presiden masih antek-anteknya pemilik modal maka negara tidak akan maju, jangan harap ada APBN Pro Rakyat dan Penguasa Pro Rakyat.

Ayo… sebagai kaum muda harus berani memerdekakan pikiran dari kapitalis.

 

Catatan Singkat :

Taufik Z. Karim (Wabendum PB.HMI)